Pajak Hotel di Kyoto Jepang Naik Hingga 10x Lipat

Pemerintah Jepang khususnya kota Kyoto telah mengumumkan rencana kenaikan pajak hotel dan akomodasi lainnya hingga maksimum 10.000 yen atau saat ini sekitar Rp 1,03 juta per orang per malam yang akan mulai diterapkan di tahun 2026 mendatang. Pernyataan tersebut dilansir dari Kyodo News, Minggu (12/1/2025), Menurut pemerintah setempat, kebijakan ini terpaksa diambil sebagai upaya mengatasi masalah over tourism (wisatawan melebihi kapasitas) yang semakin parah.

Baca Juga : Melihat Sakura Dengan Kereta Wisata Tercantik di Kyoto, Jepang

Pemerintah Jepang melihat jumlah wisatawan asing melonjak dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya dipengaruhi oleh yen yang lemah, dan pariwisata Jepang yang memang sudah dilirik oleh banyak orang. Sehingga Jepang mengalami lonjakan jumlah wisatawan asing dalam beberapa tahun terakhir, bahkan jumlah wisatawan yang mengunjungi Jepang sepanjang tahun 2024 mencapai rekor 35 juta orang.

Banyaknya jumlah wisatawan asing yang mengunjungi Jepang ternyata justru memicu kekhawatiran penduduk Jepang khususnya yang tinggal di Kyoto. Penduduk mengeluhkan wisatawan yang tidak sopan melecehkan geisha seperti paparazzi untuk mengambil foto, serta menyebabkan kemacetan lalu lintas dan membuang sampah sembarangan.

Kyoto dikenal sebagai jantung budaya Jepang, tempat di mana tradisi kuno dihormati dan dilestarikan dengan baik. Untuk tetap melestarikan budaya di Kyoto, pemerintah berusaha untuk menekan jumlah wisatawan yang berkunjung ke kyoto, pemerintah berencana menaikkan pajak hotel dan akomodasi yang nilainya bisa 10x lipat dari biasanya.

Untuk kamar dengan harga antara 20.000 hingga 50.000 yen (US$127 hingga US$317) per malam, pengunjung akan melihat pajak yang harus dibayar berlipat ganda menjadi 1.000 yen per orang per malam.

Untuk akomodasi di atas 100.000 yen per malam, pajak akan melonjak sepuluh kali lipat menjadi 10.000 yen. Retribusi baru akan berlaku tahun 2026, jika telah mendapat persetujuan dari dewan kota.

Wisatawan asing yang kian meresahkan

Image credit : yemin htet | Unsplash

Ketegangan tertinggi terjadi di distrik Gion, tempat kedai teh tempat "geiko" – sebutan lokal untuk geisha – dan "maiko" magang mereka menampilkan tarian tradisional dan memainkan alat musik.

Tahun lalu, pihak berwenang melarang pengunjung memasuki gang-gang sempit tertentu di Gion setelah mendapat tekanan dari dewan warga setempat.

Warga juga melaporkan kejadian-kejadian tidak sopan seperti kimono maiko yang robek atau pakaian yang dirusak oleh puntung rokok yang diselipkan oleh wisatawan. Untuk mengatasi masalah ini, pada 2019, Dewan Distrik Gion memasang tanda yang melarang pengambilan foto di jalan pribadi dan memberi peringatan bahwa pelanggaran bisa dikenai denda hingga 10.000 yen.

Baca juga : Panduan Lengkap : Update Harga, Cara dan Persyaratan Membuat Visa ke Negara di Asia

Peningkatan jumlah wisatawan ke Jepang ternyata tidak serta merta diterima oleh masyarakat setempat, khususnya masyarakat yang masih sangat menerapkan adat dan budaya tradisional.

Untuk tetap menemukan keseimbangan antara pariwisata dan budaya lokal tentu dengan menekan jumlah wisatawan yang datang dapat menjadi solusi bagi keberlanjutan hidup masyarakat setempat.


Preview image credit : Gagliardi | Canva Pro

Dipublikasikan pada


Tentang Penulis

Nisa

Love to share the small things that make life interesting. Come with me on a journey where curiosity takes the lead, and each story invites you to see the world in a new way.

Brand Managers!

Ingin melihat merek atau bisnis kamu di website kami?

Hubungi kami sekarang

Berlangganan Milis TripZilla

Dapatkan tips dan berita travel terbaru!

Rekomendasi Artikel

Artikel Terbaru