Artikel ini diterjemahkan dari versi bahasa Inggris ini. Read the English version here.
Tentunya ada banyak alasan kenapa kita bermimpi untuk berkeliling dunia. Mulai dari keinginan untuk berpetualang, menjelajahi tempat-tempat baru ataupun sekadar istirahat sejenak dari rutinitas kehidupan sehari-hari. Sayangnya, kebanyakan dari kita tidak bisa memenuhi impian ini demi pekerjaan maupun komitmen lainnya.
Kenalkan, Famega Syavira Putri.
Famega, asal Jakarta, juga memiliki rasa takut dan khawatir yang sama seperti kita sebelum dia akhirnya memantapkan diri untuk melakukan solo travelling ke 18 negara dan 44 kota. Selama kurang lebih empat bulan, dia memulai perjalanannya dari Riau, Indonesia dan lanjut ke Malaysia, Thailand, Laos, Vietnam, Cina, Mongolia, Rusia, Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia, Republik Ceko, Swiss, Perancis dan Spanyol sebelum akhirnya mencapai destinasinya di Maroko, pintu gerbang menuju Afrika.
Seakan bepergian sendiri ke semua tempat ini tidak cukup, Famega mengambil langkah berani lain di luar zona nyamannya yaitu bepergian dengan menempuh jalur darat. Perjalanan darat ke Afrika sejauh 23.180 kilometer dari Indonesia berhasil dia lalui dengan menggunakan kereta api, bus, kapal dan bahkan menumpang mobil orang lain (hitchhike).
Setelah perjalanannya yang luar biasa dan menginspirasi ini, TripZilla berkesempatan untuk mendengar kisahnya dan berikut adalah cerita yang dia bagikan!
Perencanaan sebelum bepergian
Tahap perencanaan sebelum bepergian mungkin adalah salah satu hal paling menakutkan dan rumit. Untuk Famega, hal ini dilakukan dengan cara menuliskan dan memetakan perjalanan impiannya menggunakan catatan Post-it di ruang tamu rumahnya. Setiap catatan memuat perincian tentang setiap negara yang akan dilalui sebelum mencapai Afrika. Untuk mencapai Afrika melalui jalur darat, dia membagi setiap bagian perjalanan menjadi segmen yang lebih kecil untuk memudahkan proses perencanaan. Dia mulai membayangkan rute perjalanannya dari bulan Januari, tiga bulan sebelum keberangkatannya, dan melakukan perencanaan yang lebih serius serta persiapan dokumen dua bulan sebelum dia berangkat.
Baca Juga: Wanita Indonesia ini Solo Travel dengan US$1000 dan Backpacknya Saja
Perjalanan ke Afrika Lewat Jalur Darat
Dibekali dengan pengalaman jalan-jalannya ke sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara, perjalanan Famega di kawasan ini cenderung lebih mudah direncanakan. Dia kemudian menyeberang ke Cina, negara yang sudah pernah dia kunjungi sebanyak dua kali, sebelum tiba di Mongolia di mana dia mengikuti paket tur untuk menikmati negara tersebut tanpa repot. Setelah Rusia, Famega memutuskan untuk pergi ke mana takdir membawanya: Dia memilih destinasi berikutnya hanya saat dia tiba di kota sebelumnya.
Famega pun mengaku kalau perjalanannya terasa gila; dia tidak tahu apakah dia bisa menyelesaikan rutenya dengan begitu banyak tempat yang tidak direncanakan sejak awal. Terkadang, dia bahkan menghibur dirinya sendiri saat merasa tidak nyaman dengan mengingatkan diri kalau dia selalu bisa pulang dengan pesawat. “Supaya terasa tidak terlalu gila, saya ingatkan diri untuk tidak berpikir berlebihan,” kenangnya. Langkah demi langkah, dia menaklukkan setiap bagian perjalanannya dan akhirnya berhasil tiba di Maroko.
Motivasi perjalanan
Seperti yang sudah diceritakan sebelumnya, Famega menjadikan perjalanannya ke Afrika lewat jalur darat dengan menghindari penerbangan menuju destinasi-destinasinya. Terinspirasi oleh wisatawan lain yang berhasil bepergian melalui jalur darat, motivasinya pun belipat ganda.
Dia mengaku menikmati perjalanan kereta api karena dia bisa mengagumi pemandangan melalui jendela. Dia juga menceritakan bagaimana jalur kereta api Trans-Siberia merupakan cara sempurna untuk menikmati pemandangan sambil mengamati lebih dekat perubahan iklim selama dia bepergian. Famega juga merasa kalau perjalanan darat ke Afrika ini membuatnya merasa kurang bersalah tentang jejak karbonnya.
Baca Juga: Keliling Eropa Dengan Kereta: 10 Perjalanan Kereta Keren untuk Dicoba
Famega menekankan bahwa bepergian dengan jalur darat telah membawanya lebih dekat dengan penduduk lokal, memperbolehkannya untuk memiliki pengalaman pribadi dengan orang-orang dari beragam budaya dan latar belakang. “Hal paling menarik dari perjalanan saya adalah orang-orang yang saya temui di sepanjang jalan,” ujarnya, “Pada akhirnya, kota-kota tua mulai terlihat sama, tapi hal yang membuatnya berbeda adalah orang-orang yang saya jumpai dan cerita mereka.”
Bahkan, Famega berbagi bahwa pengalaman terbaiknya selama empat bulan ke Afrika lewat jalur darat ini adalah interaksi sosial dan pertemanan yang dijalin sepanjang perjalanannya. Dia sekarang bisa melihat petanya dan mengingat semua temannya yang tersebar di berbagai kota yang telah dia kunjungi tersebut.
“Orang-orang [mungkin] hidup dengan beragam cara, dengan berbagai adat, agama, budaya, namun nilai-nilai dasarnya itu tetap sama: kebaikan, rasa hormat dan kasih sayang.” Famega menceritakan bagaimana Macbook-nya dicuri tetapi banyak penduduk lokal yang membantunya. Secara keseluruhan, dia merasa benar-benar aman berkat kebaikan orang-orang asing yang kini menjadi teman-temannya.
Perjalanan Famega tentunya merupakan pengalaman sukses dan berkesan yang mengubah hidupnya. Kami pun penasaran dan bertanya mengapa dia memilih untuk bepergian ke Afrika – sebuah pilihan yang tidak lazim bagi kebanyakan wisatawan yang tinggal di Asia Tenggara. Dia menjawab kalau dia merasa Maroko sangatlah mirip dengan Indonesia tetapi dengan iklim dan cuaca yang berbeda. Ketika berada di sana, dia merasa seakan sedang berjalan di jalanan Indonesia dengan kios-kios dan pedagang kaki lima layaknya di rumah. Selain itu, setelah menghabiskan tiga bulan di Eropa, dia merasa sangat bersemangat untuk mengalami perubahan budaya dan masakan ketika sampai di Maroko!
Negara-negara favorit
Famega menikmati kunjungannya ke semua 18 negara, namun jika dia harus memilih favoritnya, Rusia menjadi pilihan utamanya. Dia berbagi bahwa dia ingin segera kembali ke Rusia untuk membenamkan dirinya dalam keindahan yang menakjubkan serta kompleksitas negara tersebut.
Visanya yang hanya berlaku tiga minggu tentunya tidak cukup untuk memuaskan penjelajahan Famega! Dia juga menyebutkan bagaimana setiap kota yang dia kunjungi di negara ini berbeda satu sama lain, membuat semuanya lebih seru. “Sepertinya ada sesuatu di udaranya yang membuatku jatuh cinta dengan Rusia.”
Negara favorit lainnya Famega adalah negara yang penuh semangat dan luar biasa: Spanyol! Awalnya, dia hanya berencana untuk tinggal selama seminggu, tetapi dia malah terbawa oleh keindahan kota-kota, penduduk setempat yang riang serta Tinto de Verano – koktail populer khas Spanyol. Tanpa disadari, dia sudah menghabiskan satu bulan di negara ini!
Tantangan yang dihadapi
Layaknya setiap perjalanan, Famega juga mengalami pasang surut selama petualangannya. Salah satu tantangan terberat yang dia hadapi adalah ketika berada di Cina di mana dia terpaksa harus berdiri selama 24 jam dalam perjalanan kereta api dari Nanning ke Beijing. Selain perjuangan fisik, dia juga menceritakan tentang kendala bahasa yang membuatnya sulit berkomunikasi dengan penduduk setempat di Cina. Famega hampir saja menyerah di tengah perjalanan kereta itu, namun dia berhasil melewati rintangan ini ketika beberapa penumpang saling bergantian menawarkan kursi mereka untuknya.
“Saya bertahan berkat kebaikan mereka,” ungkapnya. Meskipun tidak ada penduduk lokal yang bisa berbahasa Inggris, kedua belah pihak masih bisa menemukan cara untuk berkomunikasi satu sama lain. Tidak perlu dikatakan lagi, Famega memiliki hubungan cinta-benci dengan bagian ini dalam perjalanannya.
Bujet perjalanan
Bagi kamu yang penasaran dengan bujet perjalanan ini, simak penuturan Famega berikut ini! Dia berhasil menekan biaya perjalanannya dengan menaiki transportasi termurah dan tinggal di akomodasi paling sederhana agar bisa berhemat. Sebisa mungkin dia juga memasak sendiri terutama di destinasi-destinasi mahal seperti Swiss. Di Eropa, dia membatasi diri untuk menghabiskan kurang dari 30 EUR (~479,000 IDR) per hari.
Cara lain yang dilakukan Famega untuk berhemat adalah dengan menginap di sofa orang lain (couchsurf) maupun menumpang kendaraan orang lain yang sedang lewat (hitchhike). Namun, motivasi utamanya dalam melakukan hal ini adalah untuk bertemu orang baru dan untuk pengalaman pribadinya. Penghematan biaya adalah hal tambahan yang tentunya menjadi keuntungan tersendiri!
Baca Juga: 18 Tips Jalan-jalan Hemat ke Eropa yang Harus Kamu Ketahui
Kata-kata perpisahan
Untuk meringkaskan perjalanannya yang menakjubkan ini, Famega meninggalkan pesan ini untuk semua pembaca TripZilla: “Jangan takut, ambillah langkah pertama menuju impian kamu!” Walaupun melangkah maju tampak menakutkan, dia berhasil menyelesaikan petualangan sekali seumur hidup ini begitu dia menaklukkan keraguannya.